Jika umumnya jeruk nipis berbiji, kini muncul jeruk nipis tanpa biji yang keberadaannya mulai diminati konsumen. Tak heran jika permintaan bibit jeruk nipis tanpa biji laris manis di masyarakat, seperti dialami Teguh Jaya yang menjalasi usaha budidaya bibit jeruk nipis jumbo tanpa biji. Bahkan saat ini diantara bibit tanaman buah yang ia budidaya, jeruk nipis tanpa biji paling banyak peminatnya.
Teguh Jaya memulai usaha pembibitan tanaman jeruk nipis sejak tahun 2005. Ia mengeluarkan modal sekitar Rp 25 juta untuk sewa lahan, bahan baku (membeli benih tanaman buah seharga Rp 50 ribu/kg), peralatan pertanian dan lain-lain. Teguh juga membeli bibit jeruk nipis jumbo tanpa biji sekitar 25-30 bibit ukuran 20-50 cm seharga Rp 40 ribu per bibit dari temannya di Malang bernama Taufik di Desa Tanjung Kalang, Kec. Ngronggot Nganjuk Jawa Timur. Ia pun memperbanyak bibit tanaman buah di kebunnya di kawasan Jl. Simpang KH Yusuf Perum Puri Kartika Asri Malang Jawa Timur seluas 2,5 Ha yang disewanya dengan harga Rp 2 juta per tahun.
Usaha pembibitan tanaman buah masih terbuka dan sangat bagus kke depannya dengan persaingan belum ketat. Jumlah para pelaku usaha ini masih kurang dibandingkan dengan besarnya permintaan bibit tanaman, terutama tanaman buah. Adapun strategi untuk mengatasi persaingan antara lain mengutamakan keaslian/kemurnian bibit, melakukan inovasi, dan kejujuran serta keuletan dalam mengambil peluang.
Bibit jeruk nipis jumbo asal Thailand tanpa biji yang dijual Teguh bervariasi harganya. Bibit setinggi 10-20 cm dihargai Rp 40-50 ribu/batang, bibit setinggi 20-40 cm Rp 60-70 ribu/batang, dan bibit setinggi 60 cm-1 m Rp 90-100 ribu/batang. Ia paling banyak menjual ukuran 30 cm dengan harga Rp 70 ribu/batang. Harga tersebut masih bisa berubah tergantung ukuran batang dan polybag. [sumber]
Prospek Budidaya Jeruk Nipis Lainnya
Ada secerah harapan terpanear dari raut muka Kosim (39 tahun) petani asal Kabupaten Subang. Tanaman jeruk nipis (Citrus aurantifolia) yang dibudidayakan pada luas lahan 77 hektare di lahan milik Perum Perhutani KPH Indramayu, lokasi Balaraja, Kecamatan Gantar, BKPH Haurgeulis, tumbuh dengan subur. Bahkan, dari luas lahan tersebut, 135 hektarnya sudah mulai berbuah. “Panenan pertama kemarin, mancapai delapan kuwintal. Alhamdulillah,” tutur Kosim. Jeruk nipls itu, dijual ke pasaran dengan harga Rp 5.000 per kg.
Awal pengembangan budidaya jeruk nipis yang dilakukan Kosim terjadi pada 2008 lalu. Saat itu, sepulangnya darl merantau di Pekanbaru, Riau, dia kernbali ke Subang. Namun, karena tak memiliki lahan yang cukup untuk bertani, Kosim akhirnya mendatangi plhak Perhutanl di wllayah Haurgeulis, Kabupaten Indramayu untuk mendapat lahan garapan.
Apalagi, dia pun melihat, tanah di kawasan hutan jati itu cocok juga untuk budidaya tanaman jeruk nipis. “Tanah di Haurgeulis ini cocok untuk tumbuh kembang tanaman jeruk nipis, eksponen hidogennya (PH) nya di atas 5,” katanya.
Setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan pihak Perhutani, Kosim bersama 40 anggotanya, akhirnya memulai usahanya bercocok tanam jeruk nipis. Dia mengakui, semula pihak Perhutani ragu dengan reneananya itu karena dikhawatirkan akan mengganggu perturnbuhan tanam lnduk, Jati.
Namun. kekhawatiran itu ditepisnya, karena tanaman tumpangsari jeruk nipis tidak akan mengganggu pertumbuhan tanam jati. Dan itu pun dlbuktikannya, setelah tanaman jeruk tumbuh besar dan mulai berbuah. “Dari luas lahan 77 hektare itu, ada 2.330 pohon jeruk nlpis,” katanya. Dikatakan Kosim biaya usaha tani tanaman jeruk nipisnya itu diperoleh dari sisa hasil penjualan tanaman tumpangsari lainnya di kawasan hutan tersebut.
Selain jeruk nipis yang kini menjadi pilot project Perhutani, Kosim juga tengah mengembangkan usaha jeruk limo. Untuk jeruk limo inl, sudah tertanam sebanyak 2.800 batang. “Untuk budidaya jeruk di tanan Perhutani lni, kami menerapkan sistem sharing. yakni 15 persen untuk Perhutani dan 85 persen penggarap,” katanya.
Dikatakan H Anwar Fathoni, pembimbing petani penggarap yang juga Ketua Paguyuban Masyarakat Desa Hutan, Indramayu, prospek jeruk nipis saat ini eukup menggembirakan. Bahkan, sudah ada tiga perusahaan besar yang mengajaknya bekerja sama dengan kapasitas 70 ton per pekan. Pihak perusahaan pun menetapkan harga kontrak antara Rp 3.50()’Rp 4.000 per kg.
“Namun terus terang, kami belum mampu menyediakan jumlah sebanyak itu. Mungkin kedepannya bisa dilakukan setelah lahan yang 77 hektare yang dikelola oleh Kosim dan anggotanya itu sudan produksi optimal,” katanya. Dia menambahkan, selain budidaya jeruk, yang saat ini dikembangkan oleh petani penggarap adalah papaya jenis California.
Asper Gantar, Nanang Hilman menambahkan, hutan di wilayah Gantar sebelumnya kerap terjadl kebakaran jika musim kemarau. Namun, kata dia, setelah adanya kerja sama dengan penggarap melalui program PHBM, tingkat kebakaran hutan itu dapat diminimalisasi. “Ini karena para penggarap juga bertanggung jawab untuk menjaga tanaman induk dan tumpangsarinya. Ya, simbiosis mutualisme saling menguntungkan,” katanya.
Ditambahkan Wakil Administratur/KPH Indiamayu, Imam Widodo, melalui pengelolaan hutan tersebut, Perhutani KPH Indramayu berkontribusi kepada PDA Kabupaten Indramayu sebesar Rp 1,39 mlliar, Selain itu, kontribusi untuk masyarakat desa hutan pun jumlahnya cukup besar. Antara lain kontribusi tidak langsung yang mencapai Rp 41,1 miliar dan kontribusi langsung berupa pernbayaran upah kerja 5.940 tenaga kerja sebesar Rp 17.5 miliar. [sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar